Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua pemangku kepentingan (Monks, 2003). Istilah Good Corporate Governance (GCG) yang semakin populer dikenal di industri bisnis skala besar dalam mencapai kunci sukses Perusahaan. Penerapan GCG tidak hanya populer di kalangan industri, namun juga dinilai mampu menjadi tolok ukur pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Adanya perbedaan penilaian dari kemunculan GCG yang mengarah pada perjalanan bisnis dari berbagai negara. Penilaian tersebut antara lain pertama, GCG mampu mendorong kesuksesan ekonomi dan kemenangan bisnis global. Dan kedua, kemunculan krisis ekonomi yang terjadi di kawasan Asia dan Amerika Latin muncul akibat kegagalan penerapan GCG (Daniri, 2005). Sejarah mencatat, pada tahun 1999, negara-negara di Asia Timur sama-sama menghadapi krisis pemulihan, kecuali Indonesia. Pemerintah melakukan sejumlah upaya dalam menanggulangi kriris ekonomi tersebut antara lain, memperbaiki sistem perbankan, restrukturisasi utang swasta, makro ekonomi, mengeluarkan 3 perppu dan menurunkan giro wajib minimum.
Sistem recovery yang dilakukan secara significant ini dilanjutkan hingga tahun 2021 dengan menjalankan 3 kebijakan pemerintah diantaranya, peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta menjaga stabilitas ekonomi dan ekspansi moneter. Kompetisi global yang terjadi antar negara tidak memiliki hubungan dengan hubungan korporasi antarnegara, melainkan berdasarkan kompetensi antar korporat dari suatu negara yang menjadi penentunya. Kondisi yang terpuruk hingga upaya pemulihan yang dilakukan oleh perusahaan bergantung pada korporat masing-masing (Moeljono, 2005). Berdasarkan pengertian tersebut, penerapan GCG perlu menekankan adanya prinsip bagi pemegang saham dalam memperoleh informasi yang benar dan tepat. Selain itu, perusahaan memiliki kewajiban dalam melakukan pengungkapan (disclosure) secara tepat, akurat dan transparan demi meningkatkan performa kinerja bagi perusahaan, pemegang usaha dan pemangku kepentingan yang terlibat.
Di Indonesia, pelaksanaan GCG dilakukan dalam rangka meningkatkan perbaikan iklim bisnis di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar mampu melakukan transparansi dan mengurangi resiko bisnis sehingga menciptakan kepercayaan calon investor untuk berinvetasi di bursa indonesia. Selain itu, adanya peran dari para pemangku kepentingan turut berpartisipasi dalam pelaksanaan GCG. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance diawal tahun 2005 berubah menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance dan menerbitkan pedoman GCG pada bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Pedoman GCG Perbankan Indonesia, Pedoman untuk komite audit, dan pedoman untuk komisaris independen di tahun 2004. Seluruh rangkaian kebijakan tersebut dilakukan sebagai upaya dalam menciptakan pedoman pelaksanaan GCG agar berjalan secara komprehensive. Sejalan dengan pengelolaan managemen sebuah perusahaan, diperlukan penambahan instrumen pendukung sebagai pedoman baku yang dapat digunakan Perusahaan dalam menjalankan proses bisnis yang beretika. Good Corporate Governance (GCG) dapat digunakan sebagai instrumen dalam pengelolaan managemen. Menurut Kaen (2003), terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate, yaitu Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa nilai fundamental Perusahaan.
Penerapan GCG memegang peran strategis bagi perusahaan melalui BUMN, BUMS serta anak perusahaannya. Tidak hanya perusahaan milik pemerintah saja yang mampu menerapkan praktik GCG, namun bagi sektor lain juga dapat menjalankan peran tersebut sebagaimana mestinya. Pemerintah telah merancang adanya peraturah mengenai GCG yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor:PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN disebutkan bahwa BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan berkelanjutan dengan berpedoman pada peraturan Menteri dengan tetap memperhatikan ketentuan dan norma yang berlaku serta Anggaran Dasar BUMN. Selain itu, Direksi menyusun GCG Manual yang diantaranya dapat memuat Board Manual, Risk Management Manual, Sistem Pengendalian Intern (Internal Control System), Sistem Pengawasan Intern, Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowong System), Tata Kelola Teknologi Informasi dan Pedoman Perilaku Etika (Code of Conduct) atau yang biasa disebut Kode Etik Perusahaan.
Dikutip dari Sumantri (2021) dan Iradat (2017), adanya kasus suap yang dilakukan oleh para Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia yang melakukan penyelundupan barang mewah pada pesawat baru yaitu Garuda A330 Neo Airbus dalam ferry flight dari Touluse ke Jakarta. Selain itu, kasus lain yang menggeret Direktur Utama PT PAL Indonesia dan Direktur keuangannya terjerat kasus korupsi yaitu menyangkut hal gratifikasi. Kedua kasus tersebut merupakan contoh dari kurangnya prinsip transparansi dalam pengelolaan manajemen di BUMN. Secara umum, Perusahaan mengacu asas yang terkandung dalam pedoman umum GCG yang dikenal dengan TARIF, yaitu Transparency (transparasi), Accountability (akuntabilitas, Responsibility (tanggung jawab), Independence (kemandirian) dan Fairness (kesetaraan dan kewajaran).
Kasus yang dialami oleh sejumlah direktur tersebut menggambarkan adanya praktik GCG yang mengalami kebocoran karena tidak memenuhi prinsip TARIF dalam GCG. Adanya kasus KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang dilakukan oleh Direktur PT Garuda Indonesia. Penyelewengan harta milik perusahaan ataupun milik negara demi kepentingan diri sendiri maupun kepentingan orang lain (Simbolon, 2022). Begitupula dengan praktik Kolusi dimana terjalin kerjasama melawan hukum antara pemerintah dengan dan pihak lain dalam melancarkan aksi pribadi dan merugikan orang lain, masyarakat dan negara. Praktik nepotisme yang menyangkut perbuatan melawan hukum yang menguntungkan pribadi dan pihak yang berkonsolidasi di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara (Rajab, 2023). Adanya pelanggaran UU No. 30 Tahun 2014 tentang administrasi negara selaras dengan disfungsi dari asas GCG yaitu transparasi, akuntabilitas, tanggung jawab, kemandirian dan kesetaraan dan kewajaran yang dengan terang dianggar oleh pimpinan perusahaan. Begitupula dengan kasus yang dilakukan oleh Direktur Utama PT PAL Indonesia dengan Direktur Desain dan Teknologi yang menjabat sebagai keuangan di PT PAL melakukan penyelewengan atas jabatanya dalam penerimaan gratifikasi. Kedua tindakan yang dilakukan para direktur tersebut sama-sama merugikan banyak pihak dan melanggar hukum. Etika bisnis yang dilakukan sebagai pimpinan perusahaan juga dinilai melanggar kode etik sehingga mempengaruhi kestabilan dalam managemen perusahaan yang dijalankan.
Melalui portal Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Siaran Pers Nomor HM.4.6/SET.M.EKON. 3/05/2021, (ekon.go.id, 2021) pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI menekankan pentingnya penerapan GCG untuk keberlanjutan bisnis dan upaya menarik investasi. Salah satu upaya pemerintah yaitu dengan Pembentukan Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance (KNKG). Lembaga ini awalnya membangun kesadaran pentingnya tata kelola perusahaan melalui seminar dan pelatihan tata kelola. Di Tahun 2014 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peta Arah Tata Kelola Perusahaan Indonesia yang ditujukan untuk emiten pada perusahaan publik. Pada level regional setingkat ASEAN, telah dibentuk adanya ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS) kemudian dikembangkan menjadi The Organisation for Economic Co-operation and Developmnet (OECD). Adanya Scorecard dapat diharapkan meningkatkan standar tata kelola perusahaan yang terbuka di negara-negara ASEAN.
Referensi:
Alpi, M. F. (2019, October). Penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank BUMN Tbk Regional I Sumatera Utara. In Prosiding Seminar Nasional Kewirausahaan (Vol. 1, No. 1, pp. 355-364).
Daniri Mas Ahmad. (2005). Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya di Indonesia. Ray Indonesia. Jakarta.
Iradat, Damar. (2017, 24 Juli). Media Indonesia. Tiga Eks Pejabat PT PAL diperiksa terkait Kasus Gratifikasi. https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/114325/tiga-eks-pejabat-pt-pal-diperiksa-terkait-kasus-gratifikasi
Kaen, Fred. R, (2003) A Blueprint for Corporate Governance: Stregy, Accountability, and the Preservation of Shareholder Value, AMACOM, USA.
Moeljono, Djokosantoso. (2005) Good Corporate Culture sebagai inti dari Good Corporate Governance, Elex-Gramedia, Jakarta.
Monks, Robert A.G, dan Minow, N dalam Mulyadi (2002) Ed Keenam. Corporate Governance 3rd Edition, Blackwell Publishing. Salemba Empat. Jakarta
Rajab, Ilham Fadilah. (2023). Penegakan Hukum Undang-Undang Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Penyelenggara Negara. (Skripsi Sarjana, Universitas Pasundan). https://repository.unpas.ac.id/66353/
Simbolon, Pebrianto. (2022). Analisi Putusan Hakim Terhadap Kepala Desa Yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi Penyelewengan Anggaran Desa Yang Digunakan Untuk Kepentingan Pribadinya. https://ekon.go.id/publikasi/detail/3025/pemerintah-tekankan-pentingnya-penerapan-gcg-untuk-keberlanjutan-bisnis-dan-upaya-menarik-investasi
Sumantri, (2021, 3 Februari) Kasus Penyelundupan Harley dilimpahkan ke Kejari Kota Tangerang. Media Indonesia. https://mediaindonesia.com/megapolitan/382227/kasus-penyelundupan-harley-dilimpahkan-ke-kejari-kota-tangerang