Skip to content

Corners

Aplikasi Sustainable Livelihood Approach dalam Elaborasi Penentuan Dampak dan Potensi pada Program Pemberdayaan Masyarakat

Aplikasi Sustainable Livelihood Approach dalam Elaborasi Penentuan Dampak dan Potensi pada Program Pemberdayaan Masyarakat

 

Livelihood atau yang biasa disebut sebagai penghidupan diistilahkan sebagai sebuah kritik terhadap suatu kegiatan yang berimplikasi pada pembangunan sebagai pengarusutamaan pertumbuhan ekonomi. Robert Chambers (1992) menanggapi pemikiran tentang penghidupan berkelanjutan dalam karyanya pada pertengahan tahun 1980-an yang kemudian dikembangkan oleh Chamber (1992), Conway (1992) dan lainnya pada era 1990-an. Secara umum, livelihood merupakan sebuah cara bagaimana manusia dapat hidup (means of living) dan upaya dalam memenuhi kebutuhannya melalui pemanfaatan berbagai sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh penghasilan sehingga mampu mempertahankan kelangsungan hidup, meningkatkan kapabilitas, perlindungan dan memanfaatkan aset yang dimiliki.

Sustainable Livelihood Framework (SLF) digunakan sebagai salah satu metode dalam riset partisipasi dalam memetakan kerentanan masyarakat dengan menggunakan aset sebagai obyek penelitian. Adapun yang dimaksud antara lain: sumber daya manusia, sumber daya kondisi sosial, kondisi financial dan kepemilikan aset pribadi. Penguasaan aset berkaitan erat dengan kondisi kerentanan seseorang, semakin banyak aset yang dimiliki menunjukkan keberdayaan seseorang. Begitupula sebaliknya, pengurangan aset atau ketidakamanan kepemilikan rumah tangga seseorang (Moser, 1996). Kerangka kerja SLF digunakan untuk menetapkan prioritas program pembangunan secara material maupun non material yang dapat dikelompokkan dalam berbagai potensi yang dimiliki.

Konteks kerentanan yang diartikan sebagai vulnerability context menunjukkan pada kondisi rentan atau laten yang mampu memberikan pengaruh dan dampak besar terhadap penghidupan masyarakat. Kerentanan juga disebut sebagai kondisi kesejahteraan individu, rumah tangga atau komunitas dalam perubahan hidup masyarakat yang mengancam. Salah satu contoh permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di Indonesia adalah kemiskinan. Kondisi tersebut merupakan sebuah ancaman dalam penghidupan berkelanjutan yang diakibatkan ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi dan menjangkau kebutuhannya. Selain itu, metode SLF mampu memberikan gambaran terhadap kendala mendesak yang dihadapi masyarakat yang fokus pada individu maupun rumah tangga guna memperoleh dan mengelola kepemilikan aset sosial dan ekonomi dalam meningkatkan mata pencaharian.

Metode analisis kerentanan digunakan dalam melakukan analisis kerentanan suatu wilayah yang menjadi obyek kajian dalam menentukan indeks kerentanan berdasarkan klasifikasinya antara lain indeks kerentanan fisik, indeks kerentanan sosial, indeks kerentanan ekonomi dan indeks kerentanan infrasruktur (Anggraeni et al, 2014; Prayudhatama, 2017; Perka BNPB no. 2 Tahun 2012). Secara deskriptif kondisi kerentanan di suatu wilayah dikategorikan dalam kluster rendah, sedang dan tinggi. Strategi yang dilakukan dikaitkan pada kondisi eksisting masyarakat dan keterjangkauan aset yang dimiliki. Berikut analisis kondisi kehidupan berkelanjutan berdasarkan pemetaan kerentanan berdasarkan indeks dan parameter sebagai ukuran dalam penentuan prioritas program pembangunan:

Analisis Kerentanan

No Indeks Parameter
1

Kerentanan Fisik

– Topografi

– Luas genangan

– Frekuensi banjir

2

Kerentanan Sosial

– Kepadatan penduduk

– Kelompok umur (proporsi jumlah penduduk manula)

– Tingkat pendidikan

– Tingkat kesehatan

3

Kerentanan Ekonomi

– Tingkat pendapatan

– Kondisi kemiskinan

– Presentase pengangguran

4

Kerentanan Infrastruktur

– Kondisi fasilitasi umum

– Kondisi jaringan transportasi

Sumber: Anggraeni et al (2014), Prayudhatama (2017), Perka BNPB no. 12 Tahun 2012

Sedangkan gambaran yang menunjukkan hubungan yang memiliki keterkaitan dengan kelima aset (aset manusia, aset alam, aset sosial, aset finansial, dan aset fisik) ditunjukkan dalam Pentagon asset (Saleh, 2014). Berikut merupakan parameter aset penghidupan berkelanjutan:

Parameter Aset Penghidupan

No

Aset

Parameter

Keterangan

1

Human Asset (modal manusia)

  • Kesehatan masyarakat

  • Pendidikan terakhir

  • Pelatihan keahlian pekerjaan

  • Keterampilan masyarakat

  • Kepemilikan keterampilan khusus

  • Jenjang pendidikan terakhir

  • Kondisi kesehatan masyarakat

  • Banyaknya pelatihan yang diikuti oleh masyarakat

2

Natural asset (modal alam)

  • Produktivas pertanian

  • Kepemilikan lahan

  • Produktivas pertanian dan Luas lahan pertanian

  • Kepemilikan lahan pertanian

3

Financial asset (modal finansial)

  • Pendapatan masyarakat

  • Kepemilikan tabungan

  • Kepemilikan investasi

  • Akses dalam meminjam/berhutang

  • Pendapatan dalam 1 bulan

  • Penyisihan hasil pendapatan untuk tabungan

  • Investasi yang dilakukan dari hasil tabungan

  • Kemudahan dalam meminjam/berhutang

4

Social asset (modal sosial)

  • Tingkat kesejahteraan masyarakat

  • Hubungan kekerabatan

  • Partisipasi masyarakat

  • Jaringan sosial masyarakat

  • Pekerjaan sampingan

  • Hubungan kekerabatan antar masyarakat

  • Banyaknya organisasi/lembaga yang di ikuti

  • Sumber informasi

5

Physical asset (modal fisik)

  • Kondisi tempat tinggal

  • Kepemilikan kendaraan

  • Kondisi akses jalan

  • Kondisi akses air

  • Kondisi sanitasi

  • Status kepemilikan tempat tinggal dan Status kepemilikan tempat tinggal

  • Jumlah kendaraan pribadi

  • Kemudahan dalam berakses

  • Akses air yang digunakan

  • Akses sanitasi yang digunakan

Sumber: Saleh (2014), Wijayanti et al (2016), Morse & McNamara (2013), Masud et al (2016), Saragih et al (2007).

Apabila melihat parameter yang dijabarkan diatas, pendekatan sustainable livelihood asset terdiri dari 5 aset yang menjadi ukuran kesejahteraan masyarakat. Adapun klasifikasi 5 aset penghidupan berkelanjutan antara lain aset manusia, aset alam, aset sosial, aset finansial, dan aset fisik. Aset manusia digambarkan sebagai kondisi kesehatan yang baik, jenjang pendidikan tinggi, memiliki pelatihan atau keahlian khusus. Aset alam ditandai dengan kepemilikan lahan pertanian maupun hasil pertanian yang produktif. Aset sosial memiliki ciri tingkat kesejahteraan, hubungan kekerabatan, menjalin partisipasi dengan masyarakat serta jaringan sosial yang kuat. Aset fisik meliputi kondisi tempat tinggal yang memadai, kepemilikan kendaraan, kondisi akses jalan yang baik, terjangkau kebutuhan air dan sanitasi. Oleh karena itu, implementasi Sustainable Livelihood Framework (SLF) perlu diterapkan secara detail analisisnya, agar program pemberdayaan yang dihasilkan tepat sasaran dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat khususnya pada kategori rentan

Referensi:

Anggraeni, M., Ari, I. R. D., Santosa, E. B., & Widayanti, R. (2014). Climate change & home location preferences in flood prone areas of Bojonegoro Regency. Procedia Environmental Sciences20, 703-711

Chambers, R., & Conway, G. (1992). Sustainable rural livelihoods: practical concepts for the 21st century.

Martopo, A. (2012, September). Kajian Tingkat Penghidupan Berkelanjutan (Sustainable Livelihood) Di Kawasan Dieng (Kasus Di Dua Desa Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo). In Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Moser, C. O. (1996). Confronting Crisis. A Comparative Study of Household Responses to Poverty and Vulnerability in Four Poor Urban Communities. Environmentally Sustainable Development Studies and Monographs Series No. 8. The World Bank, 1818 H Street, NW, Washington, DC 20433.

Ludi, E., & Slater, R. (2008). Using the sustainable livelihoods framework to understand and tackle poverty: Briefing note. Retrieved March29, 2013.

Wijayanti, R., Baiquni, M., & Harini, R. (2016). Strategi penghidupan berkelanjutan masyarakat berbasis aset di Sub DAS Pusur, DAS Bengawan Solo. Jurnal Wilayah dan Lingkungan4(2), 133-152.

Gambar: blogs.ubc.ca

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *